Alam Riau

Portal Berita Riau

Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By | Blog Gadgets Via Blogger Widgets

Sistem Peradilan Pidana Rapuh, Eksekusi Mati Dipertanyakan

RiauCitizen.com, Nasional - Kejaksaan Agung akan segera mengeksekusi sembilan terpidana mati kasus narkoba di Nusakambangan, Jawa Tengah. Di tengah silang pendapat tentang eksekusi ini, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djaffar mempersoalkan kepatutan hukuman mati dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang menurutnya masih rapuh.


"Dalam banyak kasus, termasuk di Indonesia, kesalahan penghukuman seringkali tidak dapat terhindarkan dalam praktik hukum pidana," ujarnya dalam rilis yang diterima CNN Indonesia, Senin (27/4).


Wahyudi menjelaskan, praktik hukuman mati meniadakan mekanisme koreksi. Padahal, peluang terjadinya kesalahan penghukuman dalam sistem peradilan begitu besar.


"Kurangnya kontrol peradilan yang efektif, tidak bulatnya suara majelis hakim atas suatu putusan hukuman mati dan mekanisme banding yang tidak efektif membuka peluang terjadinya kesalahan penghukuman," katanya.


Tak hanya soal rapuhnya sistem peradilan pidana, Wahyudi juga menggarisbawahi arah pembaruan hukum pidana. Ia berkata, pidana mati mengedepankan konsep balas dendam. Konsep ini bertolakbelakang dengan paradigma hukum pidana kekinian yang berkonsep restoratif.


Wahyudi mencontohkan, Belanda yang mewariskan pidana mati kepada Indonesia melalui Wetboek van Strafrecht -setelah Indonesia merdeka diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana- telah menghapus hukuman mati dalam sistem peradilan pidana mereka.


Atas dasar itu, bagi Wahyudi pelanggengan pidana mati ini ironis. Apalagi, dalam catatan Elsam, 140 negara telah mengambil kebijakan yang serupa dengan Belanda. Kini, tersisa Indonesia dan 54 negara lainnya yang masih menerapkan pidana mati ini.


Di sisi lain, data yang diperoleh Elsam dari Badan Narkotika Nasional membantah logika berpikir pemerintah bahwa hukuman mati dapat menekan laju peredaran narkoba.


"Pada tahun 2011 BNN mencatat terdapat 157 pelaku pengedar narkoba. Tahun 2012 naik menjadi 202 pelaku. Tahun berikutnya naik lagi menjadi 260 pelaku," ucapnya.


Seperti diberitakan sebelumnya, Senin kemarin Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah akan melanjutkan rencana eksekusi mati meski kecaman terus berdatangan, baik dari dalam dan luar negeri.


Selain soal kedaulatan hukum, Jokowi meminta publik tidak membandingkan nyawa satu pengedar narkoba dengan 18 ribu nyawa masyarakat Indonesia yang terancam barang berbahaya itu.


"Makanya tulis soal 18 ribu (korban penyalahgunaan narkotik) setiap tahun, jangan eksekusi yang ditulis," ucapnya di Jakarta, Senin sore.


Pada hari yang sama, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan tidak terdapat satu alasan pun untuk menunda apalagi membatalkan eksekusi mati.


Belakangan, para penasehat hukum terpidana mati maupun aktivis hak asasi manusia memunculkan alasan-alasan yang dapat menunda eksekusi mati. Isu suap misalnya, dilekatkan pada persidangan duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukmaran, di Pengadilan Negeri Denpasar.


Sementara itu penasehat hukum terpidana mati asal Brasil, Rodrigro Gularte, menyatakan kliennya mengalami gangguan jiwa sehingga tak cakap secara hukum untuk menjalani hukuman.


Terakhir, terpidana mati asal Filipina, Mary Jane, disebut banyak pihak sebagai korban perdagangan manusia yang dijebak sindikat pengedar narkoba untuk membawa heroin ke Yogyakarta beberapa tahun silam.(cni/van)

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Sistem Peradilan Pidana Rapuh, Eksekusi Mati Dipertanyakan"

 
Copyright © 2015 Alam Riau - All Rights Reserved
Back To Top