Alam Riau

Portal Berita Riau

Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By | Blog Gadgets Via Blogger Widgets

Memperluas Praperadilan dan Mempersempit Penegak Hukum

RiauCitizen.com, Nasional - Efek putusan Sarpin mulai terlihat. Di Jakarta, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Di Banyumas, seorang pedagang sapi yang dijadikan tersangka oleh polisi menempuh upaya hukum serupa.


Hakim PN Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, mengabulkan permohonan Praperadilan Budi Gunawan (BG) atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK. Dalam putusannya (16/2), hakim Sarpin menegaskan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Penetapan tersangka tak disebut sama sekali dalam Pasal 77, 1 angka 10, dan 95 KUHAP, sehingga putusan Sarpin memantik perdebatan. Sang hakim dipuji, sekaligus dihujat, termasuk oleh beberapa alumnus almamaternya di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.


Maqdir Ismail, pengacara BG, menuliskan sebuah artikel tentang makna putusan hakim Sarpin, dua hari setelah putusan itu dibacakan. Maqdir menyebut Sarpin telah ‘memperluas’ objek praperadilan. Putusan itu, kata dia, harus dibaca sebagai kemenangan hukum dan keadilan yang selama ini disembunyikan di balik tembok sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan.


Meskipun tak setuju sepenuhnya, LBH Keadilan menyebut putusan hakim Sarpin sebagai ‘terobosan hukum’. Sebaliknya, advokat Nursjahbani Katjasungkana menyebut putusan itu preseden yang sangat buruk dalam penegakan hukum. Suara yang mengecam putusan tak kalah nyaring di media sosial. Bahkan mantan orang nomor satu di Mahkamah Agung, Harifin Tumpa dan Bagir Manan, ikut bersuara keras.


Memang, ada beragam sudut pandang orang melihat putusan praperadilan yang dijatuhkan hakim Sarpin Rizaldi. Satu hal yang pasti, semua pihak seharusnya menghormati putusan hakim. KPK yang tak setuju putusan sudah menempuh upaya hukum lanjutan. Pengajar ilmu hukum Universitas Pasundan Bandung, Anton F. Susanto melihat perbedaan pandangan mengenai putusan hakim Sarpin sebagai sesuatu yang dimungkinkan. “Inilah bentuk dinamisasi hukum,” ujarnya.


Karena itu pula, ruang diskusi tetap terbuka menyangkut pertimbangan hakim. Yang mendapat sorotan adalah langkah Sarpin ‘memperluas’ cakupan praperadilan di satu sisi, tetapi ‘mempersempit’ makna ‘penyelenggara negara’ dan ‘penegak hukum’ di sisi lain. Sejarah peradilan Indonesia tak lepas dari kisah dan kasus penyempitan dan perluasan makna.


Sekadar contoh, penyusunan rumusan Pasal 1342 KUH Perdata  tak lepas dari peluang interpretasi itu. Pasal ini menyebut: ‘jika kata-kata mempunyai arti yang jelas maka tidak boleh ditafsirkan’. Putusan MA No. 11K/Kr/1955 telah memperluas makna ‘didiami’ dalam konteks pemakaian bangunan meliputi pula keadaan ‘dipakai’. Yurisprudensi lain yang terkenal adalah penyempitan makna perbuatan melawan hukum (PMH), atau perluasan makna pencurian barang yang menyasar pencurian aliran listrik.


Kemudian dikenallah penafsiran gramatikal, sistematik, historis, teleologis, sejarah hukum, antisipatif, dan lain-lain. Dalam konteks inilah kewajiban hakim menggali hukum yang hidup dalam masyarakat bisa dibaca.


Editor Six


Sumber : HukumOnline.com

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Memperluas Praperadilan dan Mempersempit Penegak Hukum"

 
Copyright © 2015 Alam Riau - All Rights Reserved
Back To Top